Sabtu, 25 Maret 2017

MENJAWAB PEMAHAMAN BAPAK AHMAD ISHOMUDIN MENGENAI TAFSIR AL-MAIDAH 51



Bapak Ahmad Ishomudin baru-baru ini namanya terdengar viral di media, baik media sosial maupun media elektronik. Hal ini dipicu oleh kesaksian beliau dalam sidang ke-15 terkait dengan pembelaannya terhadap terdakwa Basuki Tjahya Purnama. Saudara Ahmad Ishomudin mengatakan bahwa konteks ayat tersebut dilihat dari sabab an-nuzulnya terkait larangan bagi orang beriman agar tidak berteman setia dengan orang Yahudi dan Nasrani karena mereka memusuhi Nabi, para sahabatnya, dan mengingkari ajarannya. Ayat tersebut pada masa itu tidak ada kaitannya dengan pemilihan pemimpin,  apalagi pemilihan gubernur. 

Pernyataan ini diambil dari tulisan klarifikasi beliau yang tersebar di dunia maya, terutama di grup-grup Whats Up. Saya pun menemukannya dari grup Whats Up yang dibuat oleh mahasiswa pascasarjana UIN Maliki Malang dengan nama grup "CENDEKIAWAN SIAI" yang adminnya adalah saudara Tommy Alvanso.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Maidah: 51)

Menurut kami, bapak Ahmad Ishomudin bisa dikatakan benar-benar belum bisa dikatakan ahli Tafsir dan memang tidak layak jadi ahli Tafsir. Hal ini juga sebagaimana pernyataan beliau dalam klarifikasi tersebut yang menyatakan bahwa beliau bukanlah ahli tafsir. Menurut kami, ayat Al-Maidah 51 tersebut cukup mudah untuk dipahami. Dalam hal ini, jika di dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa tidak diperbolehkan mengambil seorang Kafir sebagai teman, maka alangkah mudahnya untuk memahami bahwa ayat itu juga melarang kaum Muslimin untuk menjadikan seorang Kafir sebagai pemimpin. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tafsiran yang dilakukan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya Tafsir Al-Qur'an al-'Adzim. 

Ibnu Katsir menafsirkan ayat dengan mengatakan bahwa, Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin mengangkat orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani sebagai wali mereka, karena mereka adalah musuh-musuh Islam dan para penganutnya; semoga Allah melaknat mereka. Kemudian Allah memberitahukan bahwa sebagian dari mereka adalah wali bagi sebagian yang lain.
Selanjutnya Allah mengancam orang mukmin yang melakukan hal itu melalui firman-Nya:

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ

Barang siapa di antara kalian mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. (Al-Maidah: 51), hingga akhir ayat.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Kasir ibnu Syihab, telah menceritakan kepada kami Muhammad (Yakni Ibnu Sa'id ibnu Sabiq), telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Qais, dari Sammak ibnu Harb, dari Iyad, bahwa Umar pernah memerintahkan Abu Musa Al Asyari untuk melaporkan kepadanya tentang semua yang diambil dan yang diberikannya (yakni pemasukan dan pengeluarannya) dalam suatu catatan lengkap. Dan tersebutlah bahwa yang menjadi sekretaris Abu Musa saat itu adalah seorang Nasrani. Kemudian hal tersebut dilaporkan kepada Khalifah Umar r.a. Maka Khalifah Umar merasa heran akan hal tersebut, lalu ia berkata, "Sesungguhnya orang ini benar-benar pandai, apakah kamu dapat membacakan untuk kami sebuah surat di dalam masjid yang datang dari negeri Syam?" Abu Musa Al-Asy'ari menjawab, "Dia tidak dapat melakukannya." Khalifah Umar bertanya, "Apakah dia sedang mempunyai jinabah?" Abu Musa Al-Asy'ari berkata, "Tidak, tetapi dia adalah seorang Nasrani." Maka Khalifah Umar membentakku dan memukul pahaku, lalu berkata, "Pecatlah dia." Selanjutnya Khalifah Umar membacakan firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali(kalian). (Al-Maidah: 51), hingga akhir ayat.

Dari kisah yang diangkat oleh Imam Ibnu Katsir dalam tafsirannya tersebut telah jelas mengatakan bahwa Umar bin Khattab sendiri menolak seorang Kafir menjadi juru tulis (sekretaris). Hal ini memberi pemahaman bahwa jika seorang sekretaris saja tidak diperbolehkan, maka apatah lagi jika seorang Kafir tersebut diangkat sebagai Gubernur, tentu lebih dilarang lagi. Oleh karena itu, pernyataan yang disampaikan oleh Bapak Ahmad Ishomudin memang perlu dijauhi, sebab hal itu adalah upaya sengaja yang dilakukan untuk membodohi kaum Muslimin.

Sebagai komentar terakhir kepada beliau,
Di dalam Al-Qur'an telah menyatakan haramnya menjadikan orang Kafir sebagai teman. Apa yang dilakukan oleh bapak Ahmad Ishomudin dengan menjadi saksi untuk meringankan Terdakwa (Ahok), adalah bentuk nyata bahwa beliau telah melanggar ayat Al-Maidah 51 tersebut. Maka bagaiamana mungkin orang seperti beliau bisa dijadikan sebagai rujukan dalam memahami Al-Qur'an..?!

Wallahu a'lam Bi as-Showab.

Oleh: Salam el-Fath (Mahasiswa Studi Islam di UIN Maliki Malang).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar