BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam adalah din yang sempurna. Sejak diturunkan
empat abad silam, islam telah memberikan kepada manusia pemecahan secara
menyeluruh atas semua permasalahan yang sedang maupun akan dihadapi oleh
manusia. Allah swt dalam hal ini berfirman :
tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYÏ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYÏ
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu
Jadi agama bagimu.”(al-Maidah:3)
Sebagai pedoman yang datang dari Allah, tentu saja
al-qur’an mampu memecahkan permasalahan yang terjadi pada makhluknya, karena
Allah maha mengetahui apa saja yang menjadi permasalahan makhluknya sekaligus
bagaimana memecahkan problematika yang terjadi pada mereka.
Islam tidak hanya mengatur masalah hubungan
manusia dengan Tuhannya. Islam juga mengatur dan menyelesaikan masalah
diseputar hubungan manusia dengan dirinya sendiri maupun dengan sesamanya.
Itulah wujud dari kesempurnaan ajaran islam.
Adapun aturan islam dalam cakupannya sebagai
aturan diantara sesama manusia adalah mengenai kepemimpinan atau pemerintahan.
Khusus berkaitan dengan pembahasan mengenai aturan-aturan dalam hal
kepemimpinan, akan diuraikan sebagai berikut.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pemimpin dan kepemimpinan..?
2. Bagaimana prinsip kepemimpinan dalam islam..?
3. Siapakah yang berhak mengangkat pemimpin..?
4. Sejauhmana ketaatan dilakukan terhadap pemimpin..?
5. Apa tujuan adanya kepemimpinan dalam islam..?
6. Bagaimana pandangan ulama ahlus sunnah wal jama’ah
tentang kepemimpinan islam..?
7. Bagaimana pandangan dunia internasional terhadap
kepemimpinan islam..?
8. Benarkah Allah menjanjikan kekuasaan kepada orang
– orang beriman dan beramal sholih...?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar kita umat islam dapat mengetahui
aturan islam tentang kepemimpinan. Dan juga agar kita dapat mengetahui bahwa
menegakkan kepemimpinan islam dalam rangka menerapkan syariah islam adalah
suatu kewajiban yang mesti ditunaikan. Sehingga aturan islam dapat diterapkan
secara menyeluruh dipermukaan bumi ini, terkhusus dalam mengatur umat muslim
sedunia. Juga agar kaum muslimin menjadi umat terbaik secara nyata sebagaimana
yang telah disampaikan oleh Allah dalam surah ali-Imran:110.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pemimpin dan Kepemimpinan
Pemimpin berasal dari
kata ro’a – yar’i – ri’a~yatan yang
berarti ha~fadzon (penjaga,
pengawas). Dengan demikian pengertian pemimpin disini menurut al-Qosthalany
adalah orang yang menjaga dan dipercaya serta berkewajiban menjaga kebaikan
sesuatu yang dipercayakan kepadanya, dan kepercayaan apapun sifatnya harus bisa
berbuat adil dan menegakkan kemaslahatan baik agama maupun urusan dunia.[1]
Didalam islam,
pemimpin juga disebut Khalifah yang artinya wakil, pengganti atau duta. Sedangkan
secara istilah Khalifah adalah orang yang bertugas menegakkan syariat Allah SWT
, memimpin kaum muslimin untuk menyempurnakan penyebaran syariat Islam dan
memberlakukannya kepada seluruh kaum muslimin secara wajib, sebagai pengganti
kepemimpinan Rasulullah SAW .
Kepemimpinan islam disebut
khilafah atau dapat pula berarti suatu pemerintahan atau kekuasaan (daulah).
Kata khilafah juga merupakan sinonim dari kata imamah. Kata imamah (imam) berarti
orang yang mengurus pemerintahan.
Kepemimpinan khilafah berbeda
dengan sistem kerajaan (mulk, mamlakah). Pemerintahan kerajaan memerintah
rakyat sesuai kemauan raja, sementara khilafah memerintah rakyat sesuai dengan
pandangan syara’. Jadi, khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum
muslimin diseluruh dunia, untuk menegakkan hukum-hukum syariah islam dan
sekaligus mengemban dakwah islam keseluruh penjuru dunia.[2]
Dari pengertian diatas
jelas bahwa pemimpin menurut pandangan Islam tidak hanya menjalankan roda
pemerintahan begitu saja namun seorang pemimpin harus mewajibkan kepada
rakyatnya untuk melaksanakan apa saja yang terdapat dalam syariat Islam
walaupun bukan beragama Islam. Serta mempengaruhi rakyatnya untuk selalu
mengikuti apa yang menjadi arahan dari seorang pemimpin.
Sedangkan kepemimpinan
secara umum adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka
mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi perilaku seseorang, sehingga apa
yang menjadi ajakan dan seruan pemimpin dapat dilaksanakan orang lain guna
mencapai tujuan yang menjadi kesepakan antara pemimpin dengan rakyatnya.[3]
B. Prinsip Kepemimpinan dalam Islam
Islam dalam mengatur
sistem kepemimpinannya hanya mengenal “kedaulatan Tuhan” sebagai kedaulatan
tertinggi dalam negara.
Ketentuan ini tertuang
dalam firman-Nya yang berbunyi :
x8t»t6s? Ï%©!$# ÍnÏuÎ/ à7ù=ßJø9$# uqèdur 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« íÏs% ÇÊÈ
Artinya: “Maha suci
Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu”. (QS. Al Mulk: 1)
Dan didalam firman-Nya
yang lain :
ö@è% ÎoTÎ)
4n?tã
7puZÉit/
`ÏiB
În1§
OçFö/¤2ur
¾ÏmÎ/
4 $tB
ÏZÏã
$tB
cqè=ÉÚ÷ètGó¡n@
ÿ¾ÏmÎ/
4 ÈbÎ)
ãNõ3ßÛø9$#
wÎ)
¬! ( Èà)t
¨,ysø9$#
( uqèdur
çöyz
tû,Î#ÅÁ»xÿø9$#
ÇÎÐÈ
“Katakanlah:
"Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku,
sedang kamu mendustakannya. tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya
disegerakan kedatangannya. menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia
menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik".(al-An’am:57).
Tetapi, sebagaimana yang
telah disebutkan diatas “Kedaulatan Tuhan dalam sistem kepemimpinan Islam”
tidaklah sama dengan teori Theokrasi yang dikenal didunia sekuler. Walaupun
teori itu mengatakan bahwa raja yang memerintah itu adalah berkat karunia
Tuhan, tetapi bagaimana mempergunakan kekuasaan yang katanya diterima dari
Tuhan, tidak ada penjelasan selanjutnya. Dengan kata lain tidak ada
ketentuan-ketentuan yang bisa dipedomani dalam mengatur kekuasaan raja itu yang
berasal dari Tuhan. Beda halnya dengan pengertian “Kedaulatan Tuhan” menurut
Islam. Kekuasaan yang diberikan pada para penguasa itu ditentukan cara
penggunaannya dan dibatasi dengan peraturan-peraturan yang diberikan Tuhan
jelas dan gamblang. Bahkan dalam penerapannya harus mengikuti pola yang pernah
dilakukan oleh Rasul-Nya yaitu Muhammad SAW, sebagaimana firmannya yang
berbunyi :
!$tBur $uZù=yör& `ÏB @Aqߧ wÎ) tí$sÜãÏ9 ÂcøÎ*Î/ «!$# 4 öqs9ur öNßg¯Rr& Î) (#þqßJn=¤ß öNßg|¡àÿRr& x8râä!$y_ (#rãxÿøótGó$$sù ©!$# txÿøótGó$#ur ÞOßgs9 ãAqߧ9$# (#rßy`uqs9 ©!$# $\/#§qs? $VJÏm§ ÇÏÍÈ
Artinya: “Dan Kami
tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah.
Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu
memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS,
An Nisa: 64)
C. Hak Mengangkat Pemimpin ditangan
Umat
Umat
memiliki hak untuk mengangkat pemimpin atau khalifah. Dan dari tangan merekalah
khalifah memperoleh kekuasaannya. Hal itu terjadi Ketika Rasulullah meninggal
dunia, para sahabat Rasulullah saw. tidak segera mengebumikan jenazah beliau.
Pada saat itu, mereka malah bermusyawarah untuk membicarakan siapa yang akan
menggantikan Rasulullah. Padahal sebagaimana telah diketahui, menyegerakan
penguburan jenazah adalah salah suatu keharusan dan bahkan haram melakukan
aktivitas lain, sementara jenazah yang ada belum dikuburkan, apalagi itu adalah
jenazah yang mulia Rasulullah saw. Namun, para sahabat saat itu justru
mendahulukan pemilihan dan pengangkatan khalifah (pengganti) Rasul. Setelah
khalifah yang akan memimpin kaum muslimin terpilih, para sahabat baru kemudian
menguburkan jenazah Rasulullah saw.[4]
Hal
ini juga telah menjadi ijma’ bahwa hukum mendirikan kepemimpinan atau khilafah
islam adalah fardu kifayah bagi semua kaum muslimin. Juga dikuatkan oleh hadis
Rasulullah tentang wajibnya membaiat seorang khalifah :
مَنْ خَلَعَ
يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ
مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
Siapa saja
yang melepaskan tangan dari ketaatan, niscaya ia akan menemui Allah kelak pada
Hari Kiamat tanpa memiliki hujjah, dan siapa saja yang mati, sementara tidak
ada baiat di pundaknya, maka ia mati seperti kematian jahiliah. (HR. Muslim)[5]
Dalam
buku Fiqh Islam Bab XV tentang
al-Khilafah juga dikatakan bahwa, yang berhak mengangkat Khalifah-Khalifah
ialah rakyat. Maka yang berhak memberhentikannya juga rakyat. Razi berkata,
“Pimpinan umum itu hak rakyat, maka rakyat berhak memberhentikan khalifah jika dipandang
perlu.” Apakah maksud Razi dengan kata “pemimpin”? hal ini menjadi pertanyaan.
Kalau pimpinan itu hak rakyat, siapakah yang dipimpin? Pertanyaan ini dijawab
oleh sa’at, bahwa yang dimaksud Razi dengan rakyat ialah ahlu halli wal ‘aqdi.
Firman
Allah swt. :
tûïÏ%©!$#ur
(#qç/$yftGó$#
öNÍkÍh5tÏ9
(#qãB$s%r&ur
no4qn=¢Á9$#
öNèdãøBr&ur
3uqä©
öNæhuZ÷t/
$£JÏBur
öNßg»uZø%yu
tbqà)ÏÿZã
ÇÌÑÈ
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya
dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan
kepada mereka.”(asy-Syuura:38)
Dalam
hadis pun ada juga yang maksudnya sama dengan ayat tersebut.
Setelah
selesai pengakatan khalifah pertama (Abu Bakar), beliau berpidato
ditengah-tengah rakyat, antara lain beliau berkata, “Sesungguhnya saya telah
diangkat memegang pucuk pimpinan, sedangkan saya tidak lebih dari
saudara-saudara. Maka apabila saya jalankan pimpinan itu dengan baik, tolonglah
saya. Tetapi apabila saya salah, hendaklah saudara-saudara betulkan.” Begitu
juga pidato khalifah kedua dan ketiga pada waktu mereka menerima
pengangkatannya.[6]
D.
Batas
Ketaatan Kepada Pemimpin
Menaati
seorang pemimpin adalah suatu kewajiban. Namun ia akan menjadi haram apabila
ketaatan terhadap pemimpin tersebut berupa perintah untuk kemaksiatan.
Allah
swt berfirman :
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
(#qãèÏÛr&
©!$#
(#qãèÏÛr&ur
tAqߧ9$#
Í<'ré&ur
ÍöDF{$#
óOä3ZÏB
( bÎ*sù
÷Läêôãt»uZs?
Îû
&äóÓx«
çnrãsù
n<Î)
«!$#
ÉAqߧ9$#ur
bÎ)
÷LäêYä.
tbqãZÏB÷sè?
«!$$Î/
ÏQöquø9$#ur
ÌÅzFy$#
4 y7Ï9ºs
×öyz
ß`|¡ômr&ur
¸xÍrù's?
ÇÎÒÈ
Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (An-Nisa’:59).
Allah
swt memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk menaati Dia, Rasul-Nya,
dan setiap pemimpin diantara kaum muslimin. Namun ketaatan itu hanya berlaku
bagi pemimpin yang menjalankan aturan Allah, karena jika kaum muslimin
berlainan pendapat dalam suatu perkara, maka perkara tersebut dikembalikan
kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul-Nya(Sunnah/Hadis).
Sebagaimana
dinyatakan dalam salah satu hadis yang diriwatkan oleh imam bukhori,yang
artinya:
“Dari
Abu Hurairah; Dan dengan sanad diatas, Beliau shallallahu 'alaihi wasallam juga
bersabda: "Barang siapa yang taat kepadaku berarti dia telah taat kepada
Allah dan barang siapa yang bermaksiat kepadaku berarti dia telah bermaksiat
kepada Allah. Dan barang siapa yang taat kepada pemimpin berarti dia telah taat
kepadaku dan barang siapa yang bermaksiat kepada pemimpin berarti dia telah
bermaksiat kepadaku. Dan sesungguhnya imam (pemimpin) adalah laksana benteng,
dimana orang-orang akan berperang mengikutinya dan berlindung dengannya. Maka
jika dia memerintah dengan berlandaskan taqwa kepada Allah dan keadilan, maka
dia akan mendapatkan pahala. Namun jika dia berkata sebaliknya maka dia akan
menanggung dosa.[7]
Adapun hadis yang menyatakan agar orang-orang yang beriman
tidak menaati pemimpin dalam hal kemaksiatan yang periwatannya dari jalur yang
sama, yang artinya:
“'Ali radliallahu 'anhu mengatakan, Nabi shallallahu
'alaihi wasallam mengutus sebuah ekspedisi dan mengangkat sahabat anshar
sebagai pemimpin mereka, dan beliau perintahkan mereka untuk menaatinya.
Selanjutnya sahabat anshar marah dan mengatakan; "Bukankah Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam telah memerintahkan kaian untuk mentaatiku?"
'Ya' Jawab mereka. Sahabat anshar meneruskan; "Karena itu, aku ingin jika
kalian mengumpulkan kayu bakar dan menyalakan api, kemudian kalian masuk
kedalamnya." Mereka pun mengumpulkan kayu bakar dan menyalakan api.
Tatkala mereka ingin memasukinya, satu sama lain saling memandang. Sebagian
mengatakan; 'bukankah kita ikut Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk
menjauhkan diri dari api, apakah (sekarang) kita ingin memasukinya? ' Tatkala
mereka dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba api padam dan kemarahannya mereda.
Maka hal ini disampaikan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lantas Nabi
mengatakan; "Kalaulah mereka memasukinya, niscaya mereka tidak bisa keluar
dari api tersebut selama-lamanya".[8]
Oleh karena itu, jelaslah bagi
orang-orang yang beriman dalam menaati ulil amri diantara mereka. Jika hal
tersebut adalah perintah dalam melaksanakan kewajiban pada Allah, maka wajib
ditaati. Namun jika sebaliknya, maka seorang muslim haram untuk mengikuti apa
yang diperintahkan kepadanya.
E.
Tujuan
Kepemimpinan/Khilafah Islam
Tujuan
disyariatkannya khilafah (Pemerintahan Islam) sebagai berikut.
a. Melanjutkan
kepemimpinan dalam islam setelah wafatnya Rasulullah saw
b. Memelihara
dan menjaga agama islam dan menegakkan aturan-aturannya dalam mengatur urusan
dunia.
c. Menegakkan
keadilan dalam kehidupan umat manusia dan memberantas kezaliman serta
menghancurkan kesewenang-wenangan.
d. Memelihara
keamanan dan ketahanan agama dan negara
e. Menciptakan
kesejahteraan umum bagi seluruh makhluk allah khususnya umat manusia, baik
muslim ataupun non muslim.
f. Mengupayakan
kesejahteraan lahir bathin dalam rangka memperoleh kebahagiaan di dunia dan
akhirat.[9]
g. Menjaga
jiwa, nasab, martabat, akal dan harta.
F.
Khilafah
di Mata Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Kewajiban
menegakkan imamah atau khilafah dinyatakan oleh ulama ahlus sunnah wal jama’ah
yang memiliki kredibilitas ilmu. Berikut ini pendapat ulama empat mazhab dan
mazhab zahiri tentang kewajiban menegakkan khilafah islamiyah atau imamah.
Imam Al Qurthubi,
seorang ulama dari madzhab Maliki menyatakan:
Ayat
ini adalah dalil asal tentang wajibnya mengangkat seorang imam atau khalifah
yang didengar dan ditaati, yang dengannya kalimat (persatuan umat) disatukan,
dan dengannya dilaksanakan hukum-hukum khalifah. Tidak ada perbedaan pendapat
mengenai kewajiban ini, baik dikalangan umat maupun kalangan para ulama,
kecuali yang diriwayatkan oleh al-asham dimana dia telah tuli dari syariat.
Imam Zakaria an
Nawawiy, ulama pilihan dari madzhab Asy-Syafi’iy
mengatakan:
“Para
ulama sepakat bahwa sesungguhnya wajib atas kaum muslim mengangkat seorang
khalifah. Dan kewajibannya (mengangkat seorang khalifah) ditetapkan berdasarkan
syariat, bukan berdasarkan akal. Adapun apa yang diriwayatkan dari Al-Asham
bahwa ia berkata, ”tidak wajib”, dan selain Asham yang menyatakan mengangkat
seorang khalifah wajib namun berdasarkan akal bukan berdasarkan syariat, maka
dua pendapat ini bathil”.
Imam ‘Alauddin
al-Kasaniy, seorang ulama besar dari madzhab Hanafiy
menyatakan:
“Sebab,
mengangkat seorang imamul a’dzam (imam agung) adalah fardhu, tidak ada perbedaan
pendapat diantara ahlul haq. Tidak bernilai sama sekali penyelisihan sebagian
kelompok Qodariyyah--, dikarenakan ada ijma’ sahabat ra atas kewajiban itu.
Juga dikarenakan adanya kebutuhan terhadap khalifah; agar bisa terikat dengan
hukum-hukum syariat (syariat); membela orang yang didzalimi dari orang yang
dzalim; memutus perselisihan yang menjadi sebab kerusakan, dan
kemaslahatan-kemaslahatan lain yang tidak mungkin bisa tegak tanpa adanya
seorang imam.
Imam Umar bin
Ali bin Adil Al Hanbaliy, seorang ulama madzhab Hanbaliy
menyatakan:
“ayat
ini (al Baqoroh:30) adalah dalil yang menunjukkan kewajiban mengangkat seorang
imam atau khalifah yang wajib didengar dan ditaati, yang dengannya disatukan
kalimat (persatuan umat), dan dilaksanakan hukum-hukum khalifah. Tidak ada
perbedaan pendapat mengenai kewajiban itu antara para ulama kecuali yang diriwayatkan
dari al Asham dan pengikutnya.
Imam Abu
Muhammad Ali Bin Hazm Al Andalusi Adz Dzahiri
mendokumentasikan ijma’ ulama’ mengenai kefardhuan menegakkan khilafah atau
imamah:
“Mereka
(Para Ulama’) sepakat bahwa imamah itu fardhu dan adanya imam itu merupakan
suatu keharusan, kecuali An Najdat. Pendapat mereka sungguh telah menyalahi
ijma’ dan telah lewat pembahasan (tentang) mereka. Mereka (Para Ulama’) sepakat
bahwa tidak boleh pada satu waktu diseluruh dunia adanya dua imam bagi kaum
muslimin baik mereka sepakat atau tidak, baik mereka berada di satu tempat atau
di dua tempat.[10]
Berdasarkan
paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan atau sistem kekuasaan yang
harus diperjuangkan dan ditegakkan oleh umat islam adalah khilafah islamiyah,
bukan yang lain.
G.
Khilafah
Di Mata Dunia Internasional
Ada banyak
tanggapan yang disampaikan oleh para pemikir barat tentang kepemimpinan atau
khilafah islam, yakni sebagai berikut :
1.
Peradaban dan Ideologi Islam
disebut-sebut oleh mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, di hadapan
Kongres Partai
Buruh sebagai Ideologi Iblis. Perdana Menteri Toni Blair mengatakan ”Islam
merupakan Ideologi Iblis/jahat [evil ideologi] dengan
ciri:
a) Ingin mengeliminasi Israel
b) Menjadikan Syariat Islam sebagai
sumber hukum
c) Menegakkan Khilafah
d) Bertentangan dengan
nilai-nilai liberal.[BBC News, 16 Juli 2005].
2.
Direktur The International Security and Energy Program Nixon
Center yaitu Zeyno Baran, mengatakan: Hingga beberapa
tahun yang lalu, sebagian besar kelompok Islam menganggap upaya penegakkan
Khilafah yang baru adalah tujuan yang utopis. Sekarang semakin banyak orang
yang mempertimbangkan pendirian kembali Khilafah sebagai tujuan yang serius
3.
News BBC memberitakan: In Solving all the problems of the current
world today, muslim in muslim countries agree to reestablish/restore Islamic
State [Daulah Khilafah Islam] Dalam menyelesaikan semua permasalahan yang
dialami oleh dunia sekarang, kaum muslim di negeri-negeri muslim setuju untuk
menegakkan kembali Negara Islam (Daulah Khilafah Islam). [BBC News, 25/4/2007].
4.
Charles Hill, Kepala Staff Departemen Luar Negeri di Era
pemerintahan AS Reagen, menyuarakan: Negara-negara di kawasan
itu [Timur Tengah] terancam bahaya oleh tata pemerintahan [bad governance] yang
buruk dan Ideologi Islam yang akan menghapuskan negara-negara dan membangun
kembali Khilafah.
5.
Dalam pidatonya di Herritage Foundation tanggal 6 Oktober 2005,
Menteri Dalam Negeri Inggris Charles Clarke mengatakan: Tidak [mungkin] ada
tawar menawar [kompromi] tentang perjuangan Pendirian kembali Khilafah dan
tidak ada ruang diskusi tentang penerapan hukum-hukum Syariat Islam.
6.
Bukan hanya itu, bahkan Perdana Menteri Inggris, ketika memberikan
sambutan pada Kongres Tahunan Partai Buruh, tanggal 16/7/2005 M, seputar
Ledakan London, tanggal 7/7/2005 M, telah menjadikan Khilafah sebagai pusat
perhatian, dan bukannya Ledakan itu sendiri. Dia sampai mengatakan: Kita akan
memerangi gerakan yang berusaha melenyapkan negara Israel, mengeluarkan Barat
dari Dunia Islam, dan mendirikan satu Negara Khilafah Islam, yang akan
menerapkan Syariat Islam di dunia Islam dengan cara mendirikan Khilafah untuk
seluruh umat Islam.
7.
David Brooks menulis di New York Times: Di atas segalanya, kita
perlu melihat bahwa realitas sudah berubah. Di masa lalu, kita memerangi
gerakan ideologis yang mengendalikan negara. Kebijakan luar negeri kita
diarahkan pada hubungan dengan negara-negara itu, bernegosiasi dengan negara,
berkonfrontasi dengan negara. Kini kita dihadapkan pada suatu sistem keyakinan
yang bertentangan dengan sistem negara dan kembalinya Khilafah. Kita akan
membutuhkan seperangkat institusi baru untuk menghadapi realitas baru ini, dan
pelatihan baru untuk memahami orang-orang yang tidak tertarik dengan
kepentingan nasional, menurut pengertian tradisional. Pekan lalu Saya bertemu
dengan seorang pejabat militer yang bertugas di Afganistan dan Irak, yang
observasinya pas sekali dengan ketua komisi 911. Ia mengatakan bahwa apa yang
terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini sudah salah arah, mulai sekarang
hanya 10% dari upaya kita yang bersifat militer, sisanya ideologis. Ia
mengamati bahwa kita berada dalam perang melawan ekstrimisme Islam, seperti
kita pernah berperang melawan komunisme di tahun 1880.
8.
Dalam pidatonya kepada publik di sebuah diskusi di Virginia 28
Oktober 2005, Presiden Amerika Serikat George Walker Bush, menegaskan: “Para
pejuang militan itu meyakini bahwa kalau mereka menguasai satu negeri, mereka
akan memimpin seluruh bangsa Islam dan akan mengakibatkan kaum Militan mampu
mendongkel kekuasaan seluruh pemerintahan moderat di kawasan tersebut dan tak
lama kemudian mereka akan mendirikan Imperium Islam radikal yang terbentang dari
Spanyol hingga Indonesia.
9.
Pada Konferensi Keamanan ke 42 yang berlangsung di Munich, menteri
pertahanan Amerika Serikat, Donald Rumsfeld menjelaskan: Mereka mencoba
mengambil alih pemerintahan dari Afrika Utara hingga ke Asia Tenggara dan
menegakkan kembali Khilafah yang mereka inginkan dan hal ini pada suatu hari
nanti akan meliputi setiap benua, Ujarnya. Mereka telah membuat dan menyebarkan
peta yang menghapuskan batas-batas negara dan menggantinya dengan suatu
imperium dunia.[Sunday Times, 6/02/2006].
10. Pernyataan yang sama
dilontarkan oleh Tony Blair saat merespon pemboman di London. Kala itu Blair
menyatakan dengan emosi: Mereka memiliki jaringan di setiap negara dan ribuan
kawan yang terus bepergian. Mereka memiliki support dana yang baik. Lihatlah
website mereka. Mereka memiliki propaganda yang canggih. Mereka merekrut
siapapun dengan cara apapun dengan mudah. Mereka memiliki tuntutan…. ini
disebabkan ideologi agama mereka… Mereka melakukan apa yang diperintahkan Tuhan
mereka, mereka akan mendapat surga. Mereka menuntut pembubaran Israel,
penarikan Barat dari negeri-negeri Islam, mengabaikan harapan masyarakat dan
pemerintah, mendirikan negara Taliban dan hukum Syariah di Dunia Arab menuju
Satu Kekhilafahan untuk semua kaum Muslim.
11. Wakil Presiden Amerika
Serikat di bulan Februari 2007 dalam kunjungan ke Australia pasca Konferensei
Internasional Khilafah Islamiyyah di Australia pada bulan yang sama mengatakan:
Tegaknya Khilafah sudah tidak bisa dibendung lagi.
12. Menteri Pertahanan Amerika
Serikat Donald Rumsfle pun pernah mengatakan: Jika tentara Amerika Serikat
keluar dari Irak segera, Irak akan menjadi surga bagi militan dan menjadi basis
penyebaran Negara Adidaya Islam yang akan mengancam dunia… Irak akan menjadi
basis Negara Khilafah yang baru, yang akan meluas ke Timur Tengah.
[Washingtonpost.com, 5/12/2005].
13. Dalam kesempatan yang
lain, tanggal 5 Desember 2005, Menteri Pertahanan AS Donald Rumsfeld dalam
komentarnya tentang masa depan Irak di Universitas John Hopkins, juga
menyatakan: Irak akan menjadi pondasi Khilafah Islam yang baru yang akan
membentang ke seluruh Timur Tengah dan akan mengancam pemerintahan yang sah di
Eropa, Afrika dan Asia. Inilah rancangan mereka. Mereka [gerakan Islam
fundamentalis] telah menyatakan hal itu. Kita akan melakukan kesalahan
mengerikan jika kita gagal mendengar dan belajar.
14. Desember 2004 lalu,
National Intelelligence Council [NIC] merilis sebuah laporan yang berjudul
“Mapping Global Future”. Dalam laporan ini diprediksi empat skenario dunia
tahun 2020, diantaranya: A New Chaliphate: Berdirinya kembali Khilafah Islam,
sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan pada
norma-norma dan nilai-nilai global Barat.
15. Dan akhirnya, Pusat Studi
Kerajaan Belanda di awal tahun 2007 merekomendasikan kepada Kerajaan Belanda: Tegaknya
Khilafah adalah sebuah keniscayaan. Kerajaan Belanda harus menerima kenyataan
bahwa Khilafah akan segera tegak kembali. Kerajaan Belanda harus mulai menyusun
kebijakan-kebijakan yang akan diambil ketika Khilafah tegak nanti. Wallahu
A’lam bish-Showwab.[11]
H.
Kepemimpinan
Khilafah yang di Janjikan
Allah swt telah
menjanjikan kekuasaan kepada umat manusia dengan syarat mereka beriman kepada
Allah swt dan mengerjakan amal sholih diantara mereka. Sebagaimana dalam
firman-Nya :
ytãur ª!$#
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
óOä3ZÏB
(#qè=ÏJtãur
ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
óOßg¨ZxÿÎ=øÜtGó¡us9
Îû
ÇÚöF{$#
$yJ2
y#n=÷tGó$#
úïÏ%©!$#
`ÏB
öNÎgÎ=ö6s%
£`uZÅj3uKãs9ur
öNçlm;
ãNåks]Ï
Ï%©!$#
4Ó|Ós?ö$#
öNçlm;
Nåk¨]s9Ïdt7ãs9ur
.`ÏiB
Ï÷èt/
öNÎgÏùöqyz
$YZøBr&
4 ÓÍ_tRrßç6÷èt
w cqä.Îô³ç
Î1
$\«øx©
4 `tBur
txÿ2
y֏t/
y7Ï9ºs
y7Í´¯»s9'ré'sù
ãNèd
tbqà)Å¡»xÿø9$#
ÇÎÎÈ
“Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh
bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.”(an-Nur : 55).
Juga sebagaimana yang
tercantum dalam hadist Rasulullah saw. Ia berkata :
“Adalah Kenabian (nubuwwah) itu ada di tengah-tengah kamu
sekalian, yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya
apabila Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang
menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), yang
ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia
berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang menggigit (Mulkan ‘Aadhdhon),
yang ada atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia
berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Kekuasaan yang memaksa
(diktator) (Mulkan Jabariyah), yang ada atas kehendak Allah.
Kemudian Allah mengangkatnya, apabila Dia berkehendak mengangkatnya.
Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.” (Musnad Ahmad, Juz IV, hlm, 273, nomor hadits 18.430. Hadits ini dinilai hasan oleh Nashiruddin Al Albani, Silsilah Al Ahadits Al Shahihah, 1/8; dinilai hasan pula oleh Syaikh Syu’aib Al Arna’uth, dalam Musnad Ahmad bi Hukm Al Arna’uth, Juz 4 no hadits 18.430; dan dinilai shahih oleh Al Hafizh Al ‘Iraqi dalam Mahajjah Al Qurab fi Mahabbah Al ‘Arab, 2/17).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pemimpin berasal dari kata ro’a – yar’i – ri’a~yatan yang berarti ha~fadzon (penjaga, pengawas). Didalam islam, pemimpin juga disebut Khalifah yang artinya wakil, pengganti
atau duta. Sedangkan secara istilah Khalifah adalah orang yang bertugas
menegakkan syariat Allah SWT , memimpin kaum muslimin untuk menyempurnakan
penyebaran syariat Islam dan memberlakukannya kepada seluruh kaum muslimin
secara wajib, sebagai pengganti kepemimpinan Rasulullah SAW.
Kepemimpinan islam
disebut khilafah atau dapat pula berarti suatu pemerintahan atau kekuasaan
(daulah). Kata khilafah juga merupakan sinonim dari kata imamah. Kata imamah
(imam) berarti orang yang mengurus pemerintahan. Kepemimpinan khilafah berbeda
dengan sistem kerajaan (mulk, mamlakah). Pemerintahan kerajaan memerintah
rakyat sesuai kemauan raja, sementara khilafah memerintah rakyat sesuai dengan
pandangan syara’. Jadi, khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum
muslimin diseluruh dunia, untuk menegakkan hukum-hukum syariah islam dan sekaligus
mengemban dakwah islam keseluruh penjuru dunia.
Sedangkan kepemimpinan
secara umum adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka
mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi perilaku seseorang, sehingga apa
yang menjadi ajakan dan seruan pemimpin dapat dilaksanakan orang lain guna
mencapai tujuan yang menjadi kesepakan antara pemimpin dengan rakyatnya.
2.
Islam dalam mengatur sistem kepemimpinannya
hanya mengenal “kedaulatan Tuhan” sebagai kedaulatan tertinggi dalam negara.
3.
Umat memiliki hak untuk mengangkat
pemimpin atau khalifah. Dan dari tangan merekalah khalifah memperoleh
kekuasaannya.
4.
Menaati seorang pemimpin adalah suatu
kewajiban. Namun ia akan menjadi haram apabila ketaatan terhadap pemimpin
tersebut berupa perintah untuk kemaksiatan.
5.
Tujuan disyariatkannya khilafah
(Pemerintahan Islam) sebagai berikut.
a. Melanjutkan
kepemimpinan dalam islam setelah wafatnya Rasulullah saw
b. Memelihara
dan menjaga agama islam dan menegakkan aturan-aturannya dalam mengatur urusan
dunia.
c. Menegakkan
keadilan dalam kehidupan umat manusia dan memberantas kezaliman serta
menghancurkan kesewenang-wenangan.
d. Memelihara
keamanan dan ketahanan agama dan negara
e. Menciptakan
kesejahteraan umum bagi seluruh makhluk allah khususnya umat manusia, baik
muslim ataupun non muslim.
f. Mengupayakan
kesejahteraan lahir bathin dalam rangka memperoleh kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
g. Menjaga
jiwa, nasab, martabat, akal dan harta.
6.
Kewajiban menegakkan imamah atau
khilafah dinyatakan oleh ulama ahlus sunnah wal jama’ah yang memiliki
kredibilitas ilmu bahwa menegakkan khilafah adalah wajib.
7.
Tanggapan yang disampaikan oleh para
pemikir barat tentang kepemimpinan atau khilafah islam adalah sesuatu yang luar
biasa.
8.
Allah swt telah menjanjikan kekuasaan
kepada umat manusia dengan syarat mereka beriman kepada Allah swt dan
mengerjakan amal sholih diantara mereka.
B.
Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini terdapat banyak kekurangan atau belum sempurna. Maka kami menerima
kritik dan saran dari pembaca, khususnya rekan rekan dan dosen yang bersifat
membangun demi pembuatan makalah atau tugas lainnya yang lebih baik untuk yang
akan datang. Terima kasih,,,,,,,,,
[1] Siti
Quraedah., Hadist Tarbawi (Bahan
Ajar), hal. 47
[2] Buku paket
Fikih untuk MA kelas XII, (KTSP, 2008) hal. 21
[3] http://kepemimpinandalamislam.blogspot.com
[4] Arief B.
Iskandar (ed.). Materi Dasar Islam, Islam mulai Akar hingga Daunnya. (cet.vii), Bogor,
Al-Azhar Pres, 2013, Hal 146
[5] http://hizbut-tahrir.or.id/2008/08/05/hadist-pilihan-kewajiban-mengangkat-kholifah
[6] Sulaiman
Rasjid. Fiqh Islam. (cet-40), Bandung, Sinar Baru algesindo, 2007. Hal. 498-499
[8] Ibid,
No. 6612
[9] Buku
paket Fikih untuk MA kelas XII, (KTSP, 2008) hal. 22
[10]Fathiy
Syamsuddin Ramadhan An Nawiy, Revolusi
Islam, Jalan Terang Menuju Perubahan, (Cet.1), Bogor, Al-Azhar Pres, 2011. Hal. 20-24
[11] http://myquran.or.id/forum/archive/index.php/t-51131.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar