Jumat, 21 Oktober 2016

Bangkai sang Penjerat

Berulang kali ku mencoba berlari tinggalkan busuknya bangkai yang baunya menyengat tak bertepi. Tapi apalah dayaku, jarak yang ku tempuh untuk berlari menjauhi busuknya bangkai seolah tak pernah bertambah jauh. Dan bau itu seakan terus menarikku untuk kembali, dan itu terus terjadi untuk kesekian kali.

Aku mengetahui bau busuknya bangkai itu begitu terang dan jelas. Terang bagai matahari di siang hari dan jelas bagai embun dedaunan di pagi hari. Telah berupaya aku menggunakan masker penutup hidung untuk menjauhi busuknya bangkai dan di sepanjang ku berlari untuk menjauh Bangkai, yang kemudian ku selingi dengan mencium harumnya melati. Lagi dan lagi sengatan bangkai itu tak henti-hentinya menarikku kembali.

Entahlah apa yang membuatku begini...?
Telah ku ciumi harumnya melati, dan telah ku tutup rapat hidungku dengan masker agar mengalihkanku dari busuknya bangkai. Tapi aku seakan menjadi bodoh dan matinya alam fikirku ketika bangkai itu telah kudekati. Hingga kini aku masih bertanya-tanya, apa yang telah menjadikan bangkai itu tetap indah dipandang mata padahal ia adalah seburuk-buruknya benda dan yang melekatkan keburukan kepada setiap orang yang mendekatinya....

Bersambung....



Tidak ada komentar:

Posting Komentar