By:
Salam el Fath
Mahasiswa
Pascasarjana UIN Maliki Malang
Jurusan
Study Islam Interdisipliner
Beberapa hari ini telah terjadi gelombang aksi secara massif yang dilakukan oleh Umat Islam se-Indonesia terutama pada hari Jum’at, 14, Oktober 2016. di DKI Jakarta dengan masa aksi yang kurang lebih berjumlah 30 ribu orang umat Islam dan beberapa orang non-Islam dari etnis tionghoa/China dengan tuntutan agar AHOK (Gubernur DKI Jakarta) dihukum atas penistaan agama. Sebelumnya telah beredar di jejaring social perkataan AHOK yang melakukan penghinaan terhadap kitab suci al Qur’an dengan mengatakan bahwa masyarakat telah dibodohi dengan ayat al Qur’an surah Al-Maidah : 51.
“
Kalau bapak/ibu ga bisa pilih saya karena dibohongin dengan surat Al-Maidah:51,
macem-macem itu. Kalo bapak ibu merasa ga milih neh karena saya takut neraka,
dibodohin gitu ya gapapa” ucap Ahok.
Video tersebut telah mengundang
kemarahan dari Umat Islam di Indonesia karena mereka merasa bahwa kitab sucinya telah dihinakan
oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Cahya Purnama. Menurut salah seorang pakar
Kristologi di Indonesia yang juga mantan seorang Biarawati Katolik, Hj. Irena
Handono, ia mengatakan bahwa AHOK ketika menghina al Qur’an, maka ada dua hal yang
dihinanya, yakni al Qur’an dan Ulama.
“…itu
artinya, Ahok telah secara nyata: 1) menyebut al Qur’an sebagai sumber
kebodohan, dan 2) siapa saja yang menyampaikan haramnya memilih pemimpin kafir
dengan dasar ayat itu, juga disebut oleh Ahok sebagai telah melakukan
pembodohan.” Katanya di situs Change.org
Aksi
yang dilakukan oleh Umat Islam tersebut adalah sesuatu yang wajar, mengingat
kitab suci yang selama ini telah dijadikan sebagai rujukan untuk memperbaiki
kondisi social masyarakat yang terpuruk dalam kemaksiatan atau kerusakan yang
mengakibatkan terjadinya free seks, narkoba, miras, aborsi, korupsi,
pemerkosaan, perilaku keagamaan yang singkretisme, syirik, dan sebagainya itu
telah dituduh sebagai kitab yang membohongi dan membodohi penganut Agama Islam.
Dan hal ini lebih menimbulkan kemarahan yang luar biasa karena dilakukan oleh
seorang Gubernur Ibu Kota yang nota benenya memiliki pengaruh besar di
tengah-tengah masyarakat. Apalagi disinyalir telah dijadikan sebagai alat untuk
kampanye terselubung dalam konteks PILKADA DKI Jakarta di tahun 2017 mendatang.
Dalam tulisan ini saya tidak ingin
terlalu membahas efek penghinaan atau pelecehan yang dilakukan oleh Ahok
terhadap al Qur’an dan para ulama, akan tetapi yang saya inginkan adalah lebih
kepada menganalisis tentang efek atau akibat yang akan terjadi dari aksi yang
dilakukan oleh Umat Islam jika aksi yang dilakukan hanya sebatas gerakan
emosional tanpa persiapan dan langkah-langkah yang lebih jitu dalam melakukan aksi
tuntutan terhadap Ahok sang penghina al Qur’an.
Ahok
bisa saja lengser dan dihukum jika para Ulama dan komponen umat Islam terus
melakukan aksi mobilisasi masa dengan menuntut kepada penguasa dan kepolisian
untuk menyeret Ahok dalam ranah hokum. Dan hal ini sudah terlihat sejak adanya
aksi yang dilakukan pada Jum’at, 14, Oktober kemarin. Apalagi ditambah dengan
dukungan yang dilakukan oleh Pangdam Jaya dan Kapolda DKI Jakarta yang juga
ikut melakukan aksi tuntutan agar Ahok diseret ke ranah hukum. Hal ini semakin
membuka lebar untuk terseretnya Basuki Cahya Purnama ke meja Hukum. Dan ending
dari semua itu adalah bisa mengakibatkan lengsernya Ahok dari posisinya sebagai
Gubernur DKI Jakarta.
Akan tetapi, jika yang menjadi focus
hanyalah agar Ahok dihukum atas perbuatannya. Maka penghinaan seperti yang
telah dilakukan Ahok terhadap al Qur’an tersebut tidak akan berhenti sampai di
situ saja, kasus penghinaan dan pelecehan terhadap Islam akan terus terjadi dan
berulang kembali dengan pelaku yang berbeda. Dan itu akan menjadi bahan ledekan
dan cemoohan para pembenci Islam kepada kaum muslimin akibat hukum yang
diterapkan di negeri ini belum mampu memberi efek jera kepada pelaku penista
agama.
Umat Islam akan menjadi letih dan
lelah karena terus dimainkan emosinya oleh para penista agama. Sedangkan hukum
yang dijadikan sebagai alat untuk menghukumi para pelaku penista agama tidak
mampu memberi efek jera dan mencegah orang lain agar tidak melakukan hal yang
sama. Dan itu akan terus menguras tenaga dan emosi umat akibat kemarahan mereka
terhadap pelaku pelecehan dan penghinaan terhadap Islam yang silih berganti
datang.
Oleh karena itu, Para Ulama
seharusnya memperhatikan juga terkait penyebab maraknya para pelaku penistaan
agama, terutama agama Islam yang selalu menjadi bulan-bulanan penistaan agama di
negeri ini. Agar tidak terjadi lagi kasus penistaan agama sebagaimana yang
sudah berulang kali terjadi sebelumnya. Sebab jika tidak demikian, maka akan
ada kemungkinan umat akan merasa lelah dan pasrah terhadap pelaku penghinaan
terhadap Islam.
Paling tidak, selain berusaha agar
Ahok dihukum atas perbuatannya, para Ulama juga harus memperhatikan akar sebab
dari munculnya para penista agama, yakni dengan meninjau ulang Undang-Undang
terkait penistaan dan pelecehan agama agar lebih memberi efek jera dan mencegah
orang lain untuk melakukan perbuatan yang sama. Kalau memang hukum tersebut
harus diterapkan Syari’at Islam yang diyakini dapat memberikan efek jera dan mampu
mencegah orang lain agar tidak melakukan penistaan agama, maka para Ulama harus
menyupayakan hal itu jika memang benar-benar ingin menjaga Islam dari aktivitas
pelecehan dan penistaan yang dilakukan oleh orang-orang yang membenci Islam.
Sehingga Umas Islam tidak lagi terkuras tenaganya hanya untuk mengurusi oknum-oknum
yang tidak bertanggungjawab dari kasus penistaan agama.
Wallahu a’lam…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar