Kamis, 20 Oktober 2016

MENYELESAIKAN MASALAH PENISTAAN AGAMA HINGGA KE AKAR

By: Salam el Fath
Mahasiswa Pascasarjana UIN Maliki Malang
Jurusan Study Islam Interdisipliner 

Beberapa hari ini telah terjadi gelombang aksi secara massif yang dilakukan oleh Umat Islam se-Indonesia terutama pada hari Jum’at, 14, Oktober 2016. di DKI Jakarta dengan masa aksi yang kurang lebih berjumlah 30 ribu orang umat Islam dan beberapa orang non-Islam dari etnis tionghoa/China dengan tuntutan agar AHOK (Gubernur DKI Jakarta) dihukum atas penistaan agama. Sebelumnya telah beredar di jejaring social perkataan AHOK yang melakukan penghinaan terhadap kitab suci al Qur’an dengan mengatakan bahwa masyarakat telah dibodohi dengan ayat al Qur’an surah Al-Maidah : 51.

“ Kalau bapak/ibu ga bisa pilih saya karena dibohongin dengan surat Al-Maidah:51, macem-macem itu. Kalo bapak ibu merasa ga milih neh karena saya takut neraka, dibodohin gitu ya gapapa” ucap Ahok.

Video tersebut telah mengundang kemarahan dari Umat Islam di Indonesia karena mereka merasa bahwa kitab sucinya telah dihinakan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Cahya Purnama. Menurut salah seorang pakar Kristologi di Indonesia yang juga mantan seorang Biarawati Katolik, Hj. Irena Handono, ia mengatakan bahwa AHOK ketika menghina al Qur’an, maka ada dua hal yang dihinanya, yakni al Qur’an dan Ulama.

“…itu artinya, Ahok telah secara nyata: 1) menyebut al Qur’an sebagai sumber kebodohan, dan 2) siapa saja yang menyampaikan haramnya memilih pemimpin kafir dengan dasar ayat itu, juga disebut oleh Ahok sebagai telah melakukan pembodohan.” Katanya di situs Change.org

                Aksi yang dilakukan oleh Umat Islam tersebut adalah sesuatu yang wajar, mengingat kitab suci yang selama ini telah dijadikan sebagai rujukan untuk memperbaiki kondisi social masyarakat yang terpuruk dalam kemaksiatan atau kerusakan yang mengakibatkan terjadinya free seks, narkoba, miras, aborsi, korupsi, pemerkosaan, perilaku keagamaan yang singkretisme, syirik, dan sebagainya itu telah dituduh sebagai kitab yang membohongi dan membodohi penganut Agama Islam. Dan hal ini lebih menimbulkan kemarahan yang luar biasa karena dilakukan oleh seorang Gubernur Ibu Kota yang nota benenya memiliki pengaruh besar di tengah-tengah masyarakat. Apalagi disinyalir telah dijadikan sebagai alat untuk kampanye terselubung dalam konteks PILKADA DKI Jakarta di tahun 2017 mendatang.
Dalam tulisan ini saya tidak ingin terlalu membahas efek penghinaan atau pelecehan yang dilakukan oleh Ahok terhadap al Qur’an dan para ulama, akan tetapi yang saya inginkan adalah lebih kepada menganalisis tentang efek atau akibat yang akan terjadi dari aksi yang dilakukan oleh Umat Islam jika aksi yang dilakukan hanya sebatas gerakan emosional tanpa persiapan dan langkah-langkah yang lebih jitu dalam melakukan aksi tuntutan terhadap Ahok sang penghina al Qur’an.
Ahok bisa saja lengser dan dihukum jika para Ulama dan komponen umat Islam terus melakukan aksi mobilisasi masa dengan menuntut kepada penguasa dan kepolisian untuk menyeret Ahok dalam ranah hokum. Dan hal ini sudah terlihat sejak adanya aksi yang dilakukan pada Jum’at, 14, Oktober kemarin. Apalagi ditambah dengan dukungan yang dilakukan oleh Pangdam Jaya dan Kapolda DKI Jakarta yang juga ikut melakukan aksi tuntutan agar Ahok diseret ke ranah hukum. Hal ini semakin membuka lebar untuk terseretnya Basuki Cahya Purnama ke meja Hukum. Dan ending dari semua itu adalah bisa mengakibatkan lengsernya Ahok dari posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Akan tetapi, jika yang menjadi focus hanyalah agar Ahok dihukum atas perbuatannya. Maka penghinaan seperti yang telah dilakukan Ahok terhadap al Qur’an tersebut tidak akan berhenti sampai di situ saja, kasus penghinaan dan pelecehan terhadap Islam akan terus terjadi dan berulang kembali dengan pelaku yang berbeda. Dan itu akan menjadi bahan ledekan dan cemoohan para pembenci Islam kepada kaum muslimin akibat hukum yang diterapkan di negeri ini belum mampu memberi efek jera kepada pelaku penista agama.
Umat Islam akan menjadi letih dan lelah karena terus dimainkan emosinya oleh para penista agama. Sedangkan hukum yang dijadikan sebagai alat untuk menghukumi para pelaku penista agama tidak mampu memberi efek jera dan mencegah orang lain agar tidak melakukan hal yang sama. Dan itu akan terus menguras tenaga dan emosi umat akibat kemarahan mereka terhadap pelaku pelecehan dan penghinaan terhadap Islam yang silih berganti datang.

 Oleh karena itu, Para Ulama seharusnya memperhatikan juga terkait penyebab maraknya para pelaku penistaan agama, terutama agama Islam yang selalu menjadi bulan-bulanan penistaan agama di negeri ini. Agar tidak terjadi lagi kasus penistaan agama sebagaimana yang sudah berulang kali terjadi sebelumnya. Sebab jika tidak demikian, maka akan ada kemungkinan umat akan merasa lelah dan pasrah terhadap pelaku penghinaan terhadap Islam.
Paling tidak, selain berusaha agar Ahok dihukum atas perbuatannya, para Ulama juga harus memperhatikan akar sebab dari munculnya para penista agama, yakni dengan meninjau ulang Undang-Undang terkait penistaan dan pelecehan agama agar lebih memberi efek jera dan mencegah orang lain untuk melakukan perbuatan yang sama. Kalau memang hukum tersebut harus diterapkan Syari’at Islam yang diyakini dapat memberikan efek jera dan mampu mencegah orang lain agar tidak melakukan penistaan agama, maka para Ulama harus menyupayakan hal itu jika memang benar-benar ingin menjaga Islam dari aktivitas pelecehan dan penistaan yang dilakukan oleh orang-orang yang membenci Islam. Sehingga Umas Islam tidak lagi terkuras tenaganya hanya untuk mengurusi oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab dari kasus penistaan agama.

Wallahu a’lam…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar