Minggu, 01 Januari 2017

MENANGGAPI PERNYATAAN SEORANG MENTERI PERDAGANGAN

Pada tahun 2014 lalu, ada seorang Mentri Perdagangan yang berkata perihal rencana kenaikan BBM yang hendak dilakukan oleh Presiden Jokowi. Beliau mengatakan seperti ini,
 
"Saya kira turunnya harga BBM itu enggak ada hubungannya sama bahan baku walaupun sekarang bahan baku sudah naik," jelas dia di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (31/12/2014).

Kemudian saya mencoba untuk mengomentari pernyataan beliau tersebut, dan kurang lebih seperti ini:
Menurut saya, ucapan bapak mentri di atas adalah ungkapan bodoh yang tidak pantas diucapkan oleh seseorang yang berkedudukan setingkat mentri. Hal ini mengindikasikan bahwa menteri tersebut tidak tahu sama sekali permasalahan yang dihadapi oleh rakyat negeri ini. Beliau terlalu mudah untuk mengeluarkan stetmen bodoh seperti di atas tersebut akibat kebodohannya yang tidak mengetahui fakta yang terjadi di tengah-tengah masyarakat akibat dinaikkannya harga BBM oleh Presiden Jokowi. Beliau mengatakan bahwa kenaikan BBM sama sekali tidak ada hubungannya dengan kenaikan bahan baku. Oh ya...? Saya ko' baru tahu bahwa ada pernyataan sebodoh itu, tapi mengapa selama ini setiap harga BBM diwacanakan oleh pemerintah akan kembali dinaikkan kemudian bahan bakunya sudah pada naik bahkan sebelum harga BBMnya dinaikkan...? Kalau seperti itu ungkapan dari orang yang diharapkan dapat mengurusi urusan rakyat dengan baik, maka saya kira sangat mustahil, dan seorang presiden begitu bodoh mengangkat orang seperti ini menjadi bagian dari kabinet kementriannya. Dan sekaligus memberi indkasi bahwa negeri ini ternyata dipimpin oleh orang-orang bodoh dalam mengurusi urusan rakyat. Bagaimana bisa mengurusi urusan rakyat kalau realitas yang terjadi di masyarakat saja tidak tahu..?

Lebih lanjut, saya ingin mengatakan bahwa, bagaimana mungkin seorang mentri bisa mengeluarkan stetmen seperti di atas, sedangkan bahan baku yang ada dipasaran harus diangkut dengan menggunakan kendaraan bermesin yang butuh solar dan bensin, bukan sepeda ontel atau gerobak maupun becak rakyat miskin.

Juga bagaimana mungkin bahan baku akan dijual dengan harga normal sementara alat pengangkutnya membutuhkan minuman yang harganya terus naik...? Semakin jauh jarak perjalanan yang harus dilalui, maka semakin banyak BBM yang harus dikonsumsi. Itu baru pengusaha kecil, bagaimana jika itu perusahaan besar...?

Perusaahas besar memiliki mobil pengangkut barang, sedangkan kendaraan tersebut membutuhkan banyak bahan bakar. Dan tidak ada pengusaha yang ingin mengalami kerugian akibat naiknya bahan bakar. Maka sudah pasti ia akan menaikkan harga barang. Kalau sudah demikian,,,bagaimana mungkin pernyataan seperti di atas itu dengan mudah terucap dari lisan seorang yang berkedudukan menteri...? APA KATA DUNIA.

Tapi saya memang tidak terlalu heran, sebab para penguasa di negeri ini dibayar oleh rakyat. Dengan gaji yang begitu menjulang tinggi, menyebabkan mereka sama sekali tidak terpengaruh dengan naik tidaknya harga barang. Mereka cukup ENJOY dan SANTAI saja, semua bisa dibeli. Mereka itu seperti Gayus Tambunan, jangankan bahan makanan pokok, hukum pun bisa mereka beli dengan uang. Walau uang yang digunakan tersebut adalah hasil dari mencuri uang rakyat. Intinya, apa yang hendak saya sampaikan di dalam tulisan ini adalah agar kita semua memahami, bahwa negeri ini memang telah rusak secara sistemik. Selain karena dipimpin oleh orang-orang yang tidak ahli, juga akibat dari sistem Kapitalisme yang diterapkan saat ini.

Maka sudah saatnya kita berlepas diri dari keduanya, berlepas dari pemimpin yang tidak amanah dan dari sistem bobrok yang diterapkan saat ini. Kemudian kita harus berupaya untuk menggantinya dengan sistem yang dapat menghasilkan pemimpin yang amanah dan dapat menjadi panduan untuk menjalankan aktivitas pengurusan rakyat dengan amanah pula, itulah sistem Islam yang bernama SYARIAH DAN KHILAFAH, dengan sistem ini, kita akan memperoleh pemimpin yang amanah dan akan terjaga keutuhan dan kepentingan bangsa.

By: Salam el-Fath

Tidak ada komentar:

Posting Komentar