Kamis, 10 November 2016

Kisah Seorang Pemuda yang Bahagianya Bukan Karena Gedung Mewah

Hal yang paling dirasa bahagia oleh seorang pemuda di ujung jalan itu adalah ketika dia melihat kemegahan arsitektur bangunan yang tinggi menjulang, interior bangunan yang begitu berkilauan, dan dikelilingi oleh aneka tanaman hias berupa bunga-bunga yang bermekaran di atas taman nan asri lagi kehijau-hijauan. Akan tetapi tidak membuatnya takjub akan kemegahan itu secara berlebihan, dan tidak membuatnya berfikir bahwa itu adalah puncak kebaikan suatu peradaban dan puncak kemuliaan pemikiran.

Ia justru merasa bahwa itu hanyalah perhiasan kecil yang tidak akan membuatnya menjadi mulia di hadapan Tuhan. Dan ia bersikap demikian bukan berarti mengharamkan hasil karya seni bangunan tersebut, akan tetapi ia hanya melihatnya sebagai salah satu karya akal murni yang telah Allah anugrahkan kepada manusia.

Dia menganggapnya sebagai sesuatu yang boleh dan biasa saja, sehingga tidak membuatnya berpaling dari ketaatan pada Allah. Ia hanya menjadikan jejeran bangunan tinggi nan megah tersebut sebagai salah satu sarana untuk melihat pemandangan yang berbeda dari kebanyakan bangunan yang ada di sekelilingnya.

Dia pernah berfoto di kaki bangunan-bangunan tinggi nan megah tersebut, dan terkadang sesekali ia berpose ria di dalam gedung yang memiliki interior berkilauan bak sekumpulan permata yang saling berlomba menampilkan cahaya kemilau di dalam bagian-bagian ruangan itu.

Akan tetapi tidak membuatnya merasa bahwa itu adalah sebuah prestasi yang perlu dibanggakan, ia justru merasa bahwa itu hanyalah sebatas permainan dan hiburan, yang kemudian ketika ia tinggalkan menuju tempat yang lain, akan hilang tertelan kesibukan dan melupakan bahwa ia pernah berpose ria dengan latar gedung tinggi nan megah serta dengan interior bangunan yang berkilau.

Tadinya ia hendak mengabadikan gambar-gambar hasil potretan di bangunan itu, tetapi setelah ia perhatikan dan merenungkan gambar-gambar tersebut. Ia kemudian memilih untuk menghapus gambar-gambar itu dari Smartphonenya, karena ia berkesimpulan bahwa semua gambar itu sama sekali tidak mendatangkan kebaikan padanya.  Tetapi justru ia merasa bahwa gambar-gambar itu hanyalah membuat penuh memory card yang ada pada Smartphonenya.

Ia merasa bahwa gambar itu tidak mendatangkan manfaat padanya. Dan ia juga merenung dan berbisik di dalam hatinya:

"Untuk apa gambar-gambar ini..? Apakah ia mendatangkan manfaat..? Atau hanya untuk menjadi alat agar bisa pamer dan berbangga diri di hadapan kawan-kawan karena mereka belum pernah mendatangi negeri yang memiliki gedung-gedung yang sangat mewah ini...?"

Dari bisikan yang terjadi di dalam hatinya tersebut membuat dia menghapus semua gambar itu, padahal tadinya ia menganggap bahwa itu adalah salah satu benda berharga yang dia miliki. Kemudian ia berfikir, yang penting sudah mengunjungi bangunan-bangunan itu, dan cukuplah ia menjadi pengetahuan dan sebagai bagian dari bahan pembicaraan agar ia tidak merasa ketinggalan dari kawan-kawannya jika memasuki ranah pembicaraan yang bersinggungan dengan daerah yang memiliki bangunan-bangunan megah.

Hanya itu, tidak lebih. Dan sekali lagi hanya itu. Dan semua itu ia jadikan sebagai pengantar untuk memasuki alam fikir objek dakwah dalam tataran perbincangan mereka sehingga ia bisa menyampaikan pesan-pesan Islam yang mulia.

Dia sebenarnya tidak terlalu suka nonton tayangan bola, dia juga tidak terlalu suka membicarakan sesuatu yang menurutnya tidak bermanfaat. Tetapi karena ia merasa bahwa untuk bisa masuk dalam ranah pembicaraan objek dakwah sebelum menyampaikan Islam kepada mereka adalah harus bisa menyesuaikan terlebih dahulu dengan frekuensi pembicaraan mereka, maka ia pun melakukannya selama hal itu tidak menyalahi aturan Syara'.

Ia terus menyambungkan setiap pandangan dab perbuatannya terkoneksi dengan Allah SWT. dalam hal ini ia selalu menyandarkan perbuatannya kepada Allah SWT. dan itu semakin membuatnya tenang dan bahagia. Ia tidak tergiur atau tergoda dengan kerlap kerlip lampu di kota. Walau sesekali teman-temannya mengajak untuk menghirup udara malam di luar rumah.

Jika teman-temannya keluar malam hanya bertujuan untuk menghirup udara malam sambil minum Kopi di Kedai pinggir jalan atau di Alun-Alun Kota, maka ia ketika keluar bersama teman-temannya bukan semata untuk itu, tetapi ada hal lain yang merasa jauh lebih penting dari itu. Yakni melihat kondisi umat manusia abad ini dan kecenderungan aktivitas yang mereka lakukan.

Dengan mengikuti teman-temannya keluar menghirup udara malam, ia bisa mengambil pelajaran tentang kondisi muda-mudi di kota, melihat kondisi masyarakat dalam bergumul dengan kesibukan mencari nafkah, pemuda yang berfoya-foya, genk motor, dan sebagainya. Yang kemudian dari banyak fakta sosial masyarakat yang ia saksikan tersebut, dapat membuatnya menghasilkan tulisan-tulisan pendek yang dapat ia sampaikan di tengah-tengah umat manusia, baik itu di dunia nyata maupun untuk berbagi di dunia maya.

Dengan berbagai macam problematika itu, kemudian dicarikan solusi agar dapat mengubah cara pandang dan perilaku orang lain sehingga mereka dapat memperbaiki diri dan berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan ia menjadi bahagia setelah dapat memberi penyadaran kepada sesama. Dan kebahagiaan itu tak akan pernah terlihat secara kasat mata (beyond the eyes), akan tetapi ia hanya akan mampu dirasakan oleh orang yang menyampaikan kebenaran dari Allah kepada sesama.

Itulah yang membuat seorang pemuda itu terus merasakan kebahagiaan walau sebagian temannya ada yang berkata sinis padanya,
"Tidak usah terlalu bicara tinggi, lihat di dompet, berapa banyak isinya"

Demikianlah kisah singkat seorang pemuda yang meletakkan KEBAHAGIAANNYA pada apa yang dicintai Allah dari usaha perjuangan taatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar